REVIEW BOOK
JARINGAN ULAMA TIMUR TENGAH DAN NUSANTARA
ABAD XVII DAN XVIII
Akar Pembaharuan Islam Di Indonesia
Karya : Prof. Dr. Ayumardi Azra, MA.
DISUSUN OLEH;
AFIAH ROSPIATIN
NIS:505920036
DARNIAH
Nis : 505920036
PROGRAM PASCASARJANA
IAIN SYEKH NURJATI
CIREBON
Pengantar
Buku yang direview ini berjudul Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad xvii dan xviii. Akar Pembaharuan Islam Indonesia. Karya Prof.Dr.Ayumardi Azra,MA. Buku ini diterbitkan olah Kencana Prenada Media Group cetakan ke 3 terdiri dari 490 halaman meliputi; 24 halaman terdiri dari 2 halaman coper dan pengesahan, 4 halaman pengantar penerbit dan penulis, 6 halaman daftar isi dan table dan 12 halaman pendahuluan. Buku ini terbagi ke dalam 5 bab pembahasan, kesimpulan, 1 epilog, 1 lampiran, 1 bibliografi indeks dan dagftar pustaka.
Alasan Pemilihan Judul
Studi sejarah Islam telah banyak dilakukan dalam berbagai aspeknya, termasuk di dalamnya melalui studi kawasan. Akan tetapi studi yang menghususkan kepada bagaimana Islam bisa berkembang di seluriuh dunia khususnya dari unsur pelakunya belum banyak dilakukan. Melalui review buku ini, penulis mencoba paradigma baru perkembangan Islam di Indonesia dirunut dari akar permasalahan bahwa perkembangan Islam terjadi dan disebabkan banyak factor. Buku ini telah secara fropokatif mengklim sebagai hal baru dalam mengekspos perkembanagn Islam di Nusantara. Secara konseptual buku ini menjelaskan bahwa perkembangan Islam di Nusantara tidak terlepasa dari peranan para ulamanya yang terkoneksikan dari berbagai daerah – wilayah khususnya Timur Tengah, hubungan kuat ini diistilahkan dengan Jaringan Para Ulama.
Pembahasan
Dalam pendahuluan buku ini pembaca disodori gambaran-gambaran yang mengasumsikan keberadaan Islam, model Islam sampai kepada ajaran-ajaran Islam yang paling nyata berkembang di Indonesia. Khususnya pada abad xvii dan xviii M. disampaikan pula kesan mengkritisi tinjauan atau kajian Islam di Indonesia dan Timur Tengah.
Dijelaskan bahwa hubungan Timur Tengah – Nusantara tidak seperti diklim para peneliti yaitu:
1. Melihat Islam Indonesia sebagai yang tidak orisinil, terlalu banyak faktor lokal yang masuk kedalam Islam
2. Islam Indonesia itu terlalu bersifat politis ketimbang keagamaan
Justru kalau secara jujur mau mengakui, bahwa telah terjadi transmisi Islam yang luar biasa dan sangat berpengaruh terhadap perkembanagn Islam selanjutnya. Dan pengaruhnya terhadap dunia Islam secara keseluruhan khususnya setelah dibukanya secara lebar jalur haji dan terjadinya hiruk-pikuk transmisi Islam Timur Tengah-Nusantara dan dengan ini dikenalah istilah al-ashab al-jawiyah (saudara dari jawa-nusantara).
Harus diakui memang perkembangan Islam di Indonesia itu terjadi dijaman dunia Islam mengalami kemunduran secara politis bahkan kehilangan semangat intelektual dan secara garis besar perkembangan Islam kenusantara lebih banyak dibawa oleh para sufistis-mistikus yang memang memiliki kegemaran melancong. Selain mistikus ini tentu para petualang dan para sodagar pun turut andil dalam penyebaran Islam ke Indonesia.
Sebagai konsekuensinya Islam yang berkembang di Indonesia lebih menggambarkan sufistis tersebut ditambah dengan kondisi lokal Indonesia yang berbasis hinduisme. Paganisme animisme dan dinamisme. Karena paktor lokal seperti ini maka para pendahulu Islam Nusantara menemukan momentumnya dalam menggunakan metode penyebaran Islam di Nusantara ini.
Terlepas dari bagaimana dan kelompok mana Islam berkembang di Nusantara, menurut Azra; proses transmisi Islam Timur Tengah - Nusantara, kurang mendapat perhatian. Azra menyebutnya cukup ditelantarkan. Buku ini (Jaringan Ulama-red) adalah klim suatu solusi kajian Islam dalam sudut yang sangat ada keterkaitannya dengan ketelantarran tersebut.
BAB I
Kedatangan Islam dan Hubungan Nusantara Timur Tengah
Ada dua hal yang signifikan dalam bab ini
1. Teori kedatangan Islam ke Indonesia
Dalam persoalan ini Azra tidak begitu baru menjelaskan teori kedatangan Islam ke Indonesia, yang dikemukakan cenderung merupakan pengulangan teori yang ada yaitu;
- Teory Gujarat
- Teory Makkah
- Teory Persia
Selain teory ini Azra mengajukan teori lain yaitu; teori Bengal dan Arabia. Selain teori di atas dua teori Azra lainnya pada prinsipnya mengambil pijakan dari fakta-fakta yang ada di daerah-daerah yang ditemuai. Yang menjelaskan ciri-ciri Islam melalui nama-nama batu nisan sampai kepada madzhab yang berkembang pada daerah tersebut.
Teori lainnya adalah teory sufi. Yaitu yang paling banyak perannya dalam penyebaran Islam Indonesia adalah para sufi hal ini diperkuat dengan budaya nusantara yang kebetulan hinduistis dan semacamnya.
2. Hubngan Awal Nusantara dan Timur Tengah
Sedikitya disebutkan tahapan-tahapan sebagai berikut:
- Abad 8-12 hubungan berbentuk perdagangan
- Abad 15 hubungan berbentuk keagamaan dan cultural
- Abad 16 hunbungan lebih bersifat politis
BAB 2
Jaringan Ulama di Haromayn abad 17
Bab ini mengetengahkan
1. Latar historis jaringan ulama internasional
Makkah dan Madinah (haromayn) dalah cikal bakal hubungan islam di dunia terutama disaat musim haji berlangsung. Hal ini berdampak besar terhadap kaum muslimin sepulangnya mereka dari makkah kembali ke kampung halaman. Haromayn tepatnya telah menjadi pusat intelektual muslim di dunia, ulama, filosof, penyair, pengusaha dan sejarahwan ada di sisni.
Dalam perkembangan di Haromayn ini terdapat:
1. Sekolah-sekolah
2. Dukungan dari penguasa dalam hal ini usmani Ottonom terutama dalam pengamanan dan pengembangan sarana ibadah haji dan media pertemuan lain yang tidak menutup kemungkinan adanya pertemuan keilmuan diantara para pengunjung. Maka tidak mengherankan jika di Haramayn bermunculan para guru dekat dengan golongan penguasa.
3. Terciptanya perdagangan yang meluas dan
4. Terciptanya imigrasi besar-besaran dari dan ke Timur-Tengah
2. Diskursus keilmuan Haramayn
Terdapat para ulama yang melimpah di Haramayn, para pembaca qur’an, dan penyalin kitab-kitab keagamaan. Berdasarkan penelitian seperti ditemukan dalam pengembara ibnu Batuthah sedikitnya terdapat 35 ulama dimakkah ini tentu saja tidak mencantumkan semuanya kendatipun demikian hal ini menyebutkan dari berbagai wilayah. Al-Fasi mencatat sekitar 3.548 ulama terkemuka. Semakain banyak ulama yang berkunjung maka akan semakin banyak dan menyebar pula ulama di Haromayn ini. Sejak abad 17 negeri asal ulama ini berkumpul ulama dan murid tidak terkecuali wilayah peri-peri seperti nusantara, afrika asia cina membentuk diskursus jaringan ulama.
3. Inti jaringan ulama abad 17
Ada dua ulama initi yang berperan dalam membentuk jaringan ulama yang digambarkan seperti ketersambungan sanad hadits.
- Al-Fasi dan dengan muridnya dan juga teman baiknya yaitu ibnu hajm seorang muhaddis yang hidup di Mesir;
- An-Nahrawali terkemuka di Haramayn beliau mempunyai peran besar (ektensif) tidak saja dengan ulama abad 17 tetapi juga deangn ulama abad 18
- Terdapat ulama lain yang punya andil besar dalam hal ini seperti dari non Hezaz dan mesir seperti Ibrahim al-kurnani.
Ketiga tokoh ini menghasilkan pertukaran pengetahuan transmisi tradisi-tradisi kecil dari India dan Mesir ke Hejaz.
4. Ulama pada pergantian abad
Wafatnya satu ulama tidak lantas menghentikan estafeta jaringan ulama pilar inti yang menghubungkan jaringan ulama abad 17 adalah al-kurnani. Dan murid-muridnya kemudian melanjutkan mata rantai jaringan ulama mereka menjadi penghubung-penghubung krusial dengan ulama abad ke 18. Beberapa nama besar dari mereka di antaranya:
- AL-Azami, jaringan yang ditempuh oleh ulama ini adalah melalui jalur ilmu hadits.
- Al-Barzanji, dia adalah ahli di bidang fiqh, muhaddis dan syekh tarekat qadariyah.
- Al-Nakhli, seorang ulama yang dikenal selain sebagai guru juga banyak belajar dengan ulama-ulama hadits sehingga an-nakhli adalah sebagai penghubung para guru dan murid melalui studi haditsnya.
5. Jaringan ulama karakteristik
Diantara para ulama ini adalah terdapat karakteristik yaitu adanya hubungan kompleks saling silang antara satu denagan yang lainnya. Hala sangat elementer adalah mereka tercipta dalam kaitannya mencari llmu melalui lembaga-lembaga pendidikan; masjid-masjid, ribath-ribath, madrasah-madrasah. Hubungan lainnya adalah seumpama isnad hadits dan silsilah tarekat.
BAB 3
Pembaharuan Dalam Jaringan Ulama dan Penyebaran ke Dunia Islam Yang Lebih Luas
Yang mendasar dalam bab ini adalah Azra menyampaikan perkembangan sufisme yaitu neo-sufisme yang dikaitkan dengan diskursus Islam fundamental lainnya yaitu: hadits, syari’at, aktivessme, dan organisasi tarekat.
Keterkaitannya dengan hadits, justru bahkan para pengkaji hadits yang mengembangkan neo-sufisme. Melalui keterlibatan para muhaditsin ini sufisme dikemas lebih kepada bagaimana menigkatkan keluhuran akhlaq dan mempertinggi kesadaran spiritual. Dan sebaliknya penyebaran hadits-hadits disampaikan melalui tarekat-tarekat yang berada disetiap organisasi sufisme. Jadi tekanan yang paling dominan pada era ini adalah para ulama penelaah hadits. Dan pandangan neo sufismenya adalah agar para sufi dalam menafsirkan hadits adalah didasari denagn pengetahuan dan pemahaman yang dalam, memadai tentang seluruh ajaran Islam. Mengkaitkan neo-sufisme dengan syari’at di katakan bahwa dalam menjalankan sufisme tidak berati meninggalkan prisif-prinsip syaria’at, agar mendasarinya dengan hukum-hukum syari’at terutama dalam kaitannya menjalankan tugas kehidupan di dunia.
Terdapat pula penekanan dalam penggunaan akal dan ijtihad sebagaimana yang diberlakukan ketika islam mengalami kejayaan dan masa mutakallimin. Penekanan hal ini adalah ketika mengkaitkan neo-sufisme dengan aktivisme. Memanfaatkan peran akal dan pengetahuan dalam koridor syariat. Selanjutnya digambarkan bagaimana hubungan koneksitas jaringan ulama asia afrika. Pada konteks ini factor saling silang terus bergulir sampai kepada hal yang lebih kompleks. Hubungan jaringan ulama lebih luas dimana kebiasaan singgah dari satu tempat ketempat lain akhirnya menjadi titik adanya jaringan tersebut.
Pada bab ini Azra, justru tidak begitu gamblang menjelaskan bentuk jaringan yang dibangun. Penjelasan yang ada justru kepada kemunculan ulama terkemuka dan karya-karya mereka. Penguasaan terhadap suatu ilmu dan trac recordnya. Namun demikian dengan tarekat-tarekat yang dibangun para ulama disinyalir menjadi media pembangunan jaringan ulama. Ulama-ulama sufi ini langsung tidak langsung berkaitan dengan koneksitas para ulama abad 18. Misalnya tarekat Tijaniah yang disebut-sebut agen penyebaran Islam di wilayah Afrika.
BAB IV
Bab ini diberi judul besar para perintis gerakan pembaharuan Islam di Nusantara; Ulama Melayu-Indonesia dalam jaringan abad 17.
Para ulama yang dinilai mempunyai peranan dalam membangun jaringan ulama di Nusantara adalah:
1. Nur Al-Din Al-Raniri (1068/1658)
2. Al-Sinkili (1024-1105/1615-1692)
3. Al-Maqasari 91037-1111/1627-1699)
Catatan penting dimensi perubahan torehan al-raniri adalah adanya kesalahan dalam praktek keagamaan (tarekat-red). Untuk melakukan pembaharuan ini AL-raniri menuggu waktu dan kekutan. Setelah kuat dilancarkannlah pembaharuannya. Adapn yang diserangnya adalah pendapat wujudiyah dengan doktrinnya mistiko-filosofis. Yang berkembang di Aceh dan dipandang sesat.
Al-Singkili, dalam tataran politis membantu membuat fatwa tidak diperbolehkannya wanita menjadi pemimpin. Dalam keagamaan kendatipun sama dalam melancarkan pembaharuannya memberantas penyimpangan dalam tarekat, lebih bersifat kompromiftif, dan tidak lekas mencap kafir suatu kelompok dengan pandangan menyipang. Dalam persoalan sufisme Al-Singkili untuk bias mendekatkan manusia dengan Tuhan maka perlunya meakukan dzikir.
Al-Maqasari, menurut pandangan Azra, al-Singkili melakukan upaya mendamaikan hal esoteric dan eksoteris Islam. Dalam hal ini ia mengatakan bahwa ketika seseorang ingin memasuki dunia sufi harus melampaui syariat terlebih dahulu. Untuk ini Ia memberikan petunjuk jalan menuju sufi. Dengan demikian al-singkili adalah seorang tokoh sufisme dan dengan jalan sufi ini pula dia membangun jaringan ulama.
BAB V
Di bab ini diketengahkan jaringan para ulama dan pembaharuan Islam di wilayah-wilayah Indonesia abad 18. Para ulama yang di kemukakan adalah Al-Palembangi, Al-Bantani dan Patani. Neo-sufise pun turut dijelaskan berikut pengaruhnya.
Pikiran pokok yang dapat saya sampaikan adalah seluruh ulama Melayu-Nusantara dalam pembaharuannya tidak menyarankan pembaharuan doktrinal dasar Islam yang dilakukan secara radikal. Adapun tema tajdid yang dikembangkan adalah kembali kepada ortodoksi sunni, yaitu kejelasan syariat dan tasawuf. Sumbangan utama dari para pembaharu ini adalah penguatan jati diri Islam dalam masyarakat mereka. Dan sebagai wujudnya adalah Islamisisai Nusantara.
Kesimpulan
Secara umum Azra telah mengukapkan bagaimana Islam bisa berkembang di seluruh timur-Tengah dan Nusantara-Melayu. Dan faktor utamnaya adalah karena adanaya trasmisi para ulama. Yang terbangun kuat sepanjang abad 17 dan 18. Koneksitas yang terjalin di anatara para ulama adalah karena proses saling silang dan terus berestafet dari satu guru keguru lainnya dan dari murid kemurid lainnya. Hal ini sangat kontras ketika melaksanakan ibadah haji.
Dari sudut pandang ke Islaman, maka islam yang berkembang sebenarnya lebih mengetengahkan Islam sufistis terlepas apakah sufisme awal atau neo-sufisme yaitu islam yang berorientasi pada syariat.
Pada kenyataannya organisasi tarekat langsung tidak langsung telah membentuk menjadi sarana jaringan ulama Nusantara. Namun demikian pada perjalanannya dalam persoalan tasawuf ini tidak lepas dari penyimpangan-penyimpangan. Dalam hal ini pembaharuan perlu dilakukan. Pembaharuan yang dilakukan adakalanya dengan mengambil jalan kompromiftif evolusioner tetapi tidak dapat dipungkiri terdapat pula yang mengambil bentuk revolusione-radikalistis seperti tampak pada gerakan Wahhab Kallaf dengan furitanisme Islamnya di Arab Saudi.
Analisa Buku
Kelebihan Buku
Buku ini telah berhasil mengetengahkan persoalan yang selama ini kurang begitu dilakukan dalam diskursus intelektual Islam khususnya bagaimana transmisi ulama. Secara luas dan dalam buku ini dapat dijadikan rujukan khususnya dalam mengkaji para ulama di dunia Islam dan jelas tergambar system trasmisi dan penyebaran ulama yang berpusat dari dan di Timur Tengah sampai penyebarannya ke seluru dunia (Nusantara).
Buku ini berhasil menjelaskan:
1. Terbentuknya jaringan keilmuan ulama Timur Tengah-Nusantara
2. Sifat dan karakteristik jaringan para ulama
3. Peran ulama Melayu-Nusantara
4. Keilmuan yang berkembang dan dipergunakan dalam membangun jaringan ulama
5. Landasan perkembangan Islam selanjutnya dimana terdapt landasan pembaharuan dalam Islam khususnya dal;am persoalan tasawuf (neo-tasawuf)
Kekurangan
Hemat kami, gambalangnya pemetaan jaringan dan komposisi para ulama tidak terlihat secara sistemik bagaimana jaringan ulama itu dibangun. Tidak terdapat suatu wadah secara khusus yang mengikat diantara para ulama. System yang tampak adalah sebatas hubungan guru murid dan begitu seterusnya setelah para ulama tersebut membuka halaqahnya masing-masing. Satu-stunya media yang mungkin ada itupun karena disebabkan oleh penunaian ibadah haji.
Daftar Pustaka
1. Azra Ayumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah Aba XVII dan XVIII , Jakarta: Pranada Media Group 2004, cet 3
2. Abdul Hakim Atang dan Mubarak Jaih, Metodologi Studi Islam, Bandung: Rosda Karya 2000. Cet. 3
3. Nasution Harun, Pembaharuan Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta ; Bulan Bintang 1975, cet. 6
4. Nur Deliar, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1940-1942, Jakarta; LP3ES 1991. CET 6
5. Stoddard L.S. Dunia Baru Islam, Jakarta: tanpa Penerbit 1966.
6. Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Grafindo Persada 1995.Cet. 3
7. Dr. Samsul Nizar, MA, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Gaya Media Pratama 2001.
8. Prof. Dr. H. Abiddin Nata, MA, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner, Rajawali Pers. 2009.
9. MIF Baihaqi. Seri Biografi Tokoh Pendidikan. Nusantara 2008.