Rabu, 23 Juni 2010

ETIKA DALAM FILSAFAT ILMU

ETIKA DALAM FILSAFAT ILMU

Mata Kuliah: Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu: Prof.DR. H. Cecep Sumarna, M.Ag

Disusun Oleh:

AFIAH ROSPIATIN

NIM: 505920036

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SYEKH NURJATI

CIREBON

2010

ETIKA DALAM FILSAFAT ILMU

A. Pendahuluan

Mempelajari filsafat berarti include mempelajari sederet tokoh ahli dan pikiran-pikiran yang diproklamirkannya. Namun perlu ditegaskan pikiran-pikiran dimaksud adalah suatu pikiran yang disebut pikiran filsafat. Karena tidak semua aktifitas berfikir tidak bisa disebut berfikir filsafat. Profesor Cecep Sumarna dalam bukunya, Filsafat Ilmu dari Hakikat menuju Nilai, telah memberikan batasan-batasan suatu pikiran disebut berfikir filsafat, yaitu: [1]

1. Radikal

2. Sistemik

3. Universal

Melalui berfikir filsafat seperti itulah banyak persoalan dan pertanyaan-prtanyaan dari yang ada dan yang tidak ada tapi ada bisa dicarikan jawabannya. Dalam tataran ini cukup dimengerti apabila produk pemikiran filsafat mempengaruhi dan menjadi idiologi suatu masyarakat dari yang terkecil sampai dalam bentuknya yang paling besar yaitu Negara. Nalar ini dapat dilihat dari makna filsafat yang diurmuskan kepada dua hal: Pertama, filsafat sebagai teori dan, Kedua, filsafat sebagai jalan hidup.[2]

Dalam maknanya seperti itu, dapatlah dijelaskan bahwa filsafat telah memberikan konsep-kosep metafisik dan kosmis yang bergerak di jagat raya ini dan merupakan dasar dari perenungan, pencarian dalam filsafat. Sebagaiman telah menjadi dasar pemikiran filsafat, bahwa ada tiga hal besar dan cabang utama dalam filsafat yaitu; ontology, efistimologi dan aksiologi.

Bagaimanakah persoalan filsafat ini memberi makna teoritis dan makna jalan hidup bagi manusia dalam tulisan ini akan dicoba untuk menguraikannya, namun demikian pembahasan lebih dikhususkan dalam persoalan aksiologinya. Berikut ini uraiannya.

B. Etika

Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa kajian filsafat telah mencakup persoalan-persoalan metafisik dan juga kosmis. Apabila dirumuskan ruang lingkup kajian filsafat itu tentu akan ditemukan adanya keragaman.

MJ.Langeveld menulis: Maka filsafat dapat kita berikan sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari:

1. Lingkungan masalah-masalah keadaan (metafisika manusia, alam dan seterusnya)

2. Lingkungan masalah-masalah pengetahuan (wissenschaft slehre: teori kebenaran, teori pengetahuan, logika)

3. Lingkungan masalah-masalah nilai (teori nilai, etika, estetika yang bernilai berdasarkan religi)[3]

Adapula yang mengajukan penggolongan filsafat kedalam tujuh persoalan, seperti H. De Vos sebagai berikut:

1. Metafisika

2. Logika

3. Ajaran tentang ilmu pengetahuan

4. Filsafat alam Filsafat kebudayaan Filsafat sejarah

5. Etika[4]

Ahmad tafsir, membuat penggolongan filsafat dengan istilah sistematiak filsafat, menjelaskan sistematika filsafat biasanya terbagi atas tiga cabang yaitu: Teori pengetahuan, teori hakikat dan teori nilai (etika). [5]

Tentu masih banyak rumusan lainnya mengenai ruang lingkup filsafat, dan tidak mungkin untuk dituliskan semuanya dalam tulisan ini. Tetapi kalau dirumuskan secara simple seperti dalam rumusan fakar filsafat Cecep Sumarna, ruang lingkup filsafat adalah: Fokus utama kajian filsafat akan berkisar pada : ontology atau metafisika (di dalamnya termasuk bagaimana manusia melakukan hubungan dengan Tuhandan bagaimana manusia mengkaji aspek-aspek eskatologis), epistimologi didalamnya termasuk persoalan logika dan aksiologi) dan aksiologi ( di dalamnya termasuk etika dan estetika). [6]

Dengan rumusan ruanglingkup filsafat sebagaimana diuraikan di atas, menjelaskan bahwa salah satu kajian besar dalam filsafat adalah persoalan etika dan juga estetika, yang dalam beberapa hal sering pula disepadankan dengan sopan santun atau moral.

1. Makna teoritis tentang etika.

Teori yang menjadi tolak ukur dari persoalan ini adalah bahwa etika merupakan salah satu bidang kajian dari salah satu cabang filsafat yaitu aksiologi. Adapaun bidang kajian lainnya adalah estetika. Adalah membicarakan tentang orientasi atau nilai suatu kehidupan. Disebut demikian karena cabang ini dapat menjadi sarana orientasi manusia dalam usaha menjawab suatu pertanyaan yang sangat fundamental, yakni bagaimana manusia harus hidup dan bertindak.[7]Etika menghendaki adanya ukuran yang universal. Dalam hal ini berarti berlaku untuk semua orang dan setiap sa’at. Jadi tidak dibatasi ruang dan waktu.[8]

Etika itu sendiri apabila ditelusuri maknanya ada yang mensepadankan dengan persoalan nilai lainnya yaitu moral. Bisa dipastikan pensepadanan ini menimbulkan keberagaman pandangan.[9] Dalam Melacak Jejak Filsafat, K. Bertens menjelaskan : Etika yang dalam bahasa Yunani disebut ethos adalah berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaaan, adat, akhlaq dan watak, perasaan, sikap dan cara berpikir.[10]

Pada wilayah praktis dan dikaitkan dengan nilai guna suatu hal dalam kehidupan, maka ditemukan berbagai pengertian. Frans Maginis Suseno misalnya, menguraikan bahwa etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran, norma-norma, nilai-nilai serta kebiasaa-kebiasaan dan pandangan moral secara kritis.[11]etika dalam artian ini dimaknai sebagai cabang ilmu filsafat (pikiran kritis tentang suatu ajaran). Selain itu adalah sebagai sebuah ilmu bukan suatu ajaran. Louis O. Kattsoff, juga menegaskan, bahwa etika suatu ilmu pengetahuan yang menetapkan ukuran-ukuran atau kaidah-kaidah yang mendasari pemberian tanggapan atau penilaian terhadap perbuatan. Ilmu pengetahuan ini lanjut Louis, adalah juga membicarakan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya terjadi, dan yang memungkinkan orang untuk menetapkan apayang bertentangan dengan yang seharusnya terjadi. Ilmu pengetahuan seperti disebut dingan etika normative.[12]dapat ditegaskan sebagai ilmu pengetahuan, etika jelas membahas asas-asas akhlaq (moral) masyarakat. Ia dapat pula diartikan sebagai ilmu yang membahas apa yang baik dan apa yang buruk. Apa yang hak dan bagaimana manuisia meaksanakan kewajiban berdasarkan etis dan nilai yang dianut masyarakat. K. bertens, dalam memberi ulasan etikanya Aristoteles, bahwa dalam etika aristoteles menjelaskan:

a. Kebahahagiaan sebagai tujuan

b. Kebahagiaan menurut isinya

c. Ajaran tentang keutamaan dan ini terdiri dari:

c. 1 Keutamaan moral

c.2 Keutamaan intelektual

d. Kehidupan ideal[13]

Kattsoff sebetulya telah memberikan makna etika ke dalam beberapa hal yaitu:

Pertama, etika dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia.Kedua, etika sebagai predikat yang dipergunakan untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuata, atau manusia-manusia tertentu dengan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia yang lain di sini ada istila bersfat etik atau juga susila. Ketiga, etika kefilsafatan, yaitu analisa mengenai makna apakah yang dikandung oleh predikat-predikat kesusilaan.[14]Dalam hal ini mengajarkan kenapa dan bagaimana manusia musti bermoral. Etika sifatnya ideal dan hanya terkait dengan ide-ide.

Menurut Sutardjo A. Wiramihardja, etika adalah bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan prilaku orang .[15]Masih menurutnya, bahwa etika disebut juga sebagai fisafat kesusilaan atau moral. Pada dasarnya lanjut Sutardjo, etika berhubungan dengan nilai dan penilaian terhadap prilaku. Pertanyaan selanjutnya adalah prilaku seperti apakah yang dianggap baik dan jahat atau lebih tepatnya wacana apakah yang menentukan suatu prilaku dinilai baik atau jahat? Suatu prilaku disebut jahat karena perbuatan buruk manusia memberikan akaibat kerusakan pada manusia lain atau umumnya.[16]

Dalam kedudukannya bahwa etika lebih sebagai filsafat moral, etika melingkupi empat pengertian yaitu:

Pertama, system-sistem nilai kebiasaan yang penting dalammkehidupan kelomppk khusus manusia yang digambarkan sebagai etika kelompok. Kedua, etika digunakan pada satu diantara system-sistem khusus tersebut, yaitu moralitas yang melibatkan makna dari kebenaran dan kesalahan, seperti salah dan malu. Ketiga, etika dalam system moralitas itu sendiri mengacu kepada prinsip-prinsip moral actual, misalnya mengapa anda mengembalikan buku pnjaman itu? Keempat, etika adalah suatu daerah dalam filsafatyang memperbincangkan telaahan etika dalam pengertian-pengertian lain.[17]

2. Pokok persoalan etika

Dalam etika Aristoteles telah disebutkan, bahwa di dalamnya memuat

a. Kebahahagiaan sebagai tujuan

b. Kebahagiaan menurut isinya

c. Ajaran tentang keutamaan dan ini terdiri dari:

c.1 Keutamaan moral

c.2 Keutamaan intelektual

d. Kehidupan ideal

Ahmad Amin membagi perbuatan manusia kepada tiga bentuk; Pertama, perbuatan yang tidak disengaja dan dari sini manusia tidak berdaya untuk melakukan atau menghindarinya. Kedua, perbuatan tersembunyi. Ketiga, perbuatan karna iktiar dan hasil pertimbangan akal yang sehat. Dari berbagai bentuk perbuatan manusia ini maka, yang menjadi persoalan etika adalah:

Segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan iktiar dan sengaja , dan ia mengetahui waktu melakukannya apa yang ia perbuat,. Inilah yang dapat kita beri hokum baik dan buruk, demikian juga segala perbuatan yang timbul tiada dengan kehendak tetapi dapat diikhtiarkan penjagaan sewaktu sadar. Adapun apa yang timbul bukan dengan kehendak, dan dapat dijaga sebelumya maka ia bukan pokok dari persoalan etika.[18]

3. Macam-macam etika

Berbagai keterangan di atas, telah menjelaskan pemaknaan etika yang mencakupi tataran filosofis hal ini karena etika adalah merupakan bagian kajian kefilsaftan. Dalam waktu yang bersamaan kajian tidak bias dilakukan tanpa menyangkutkannya dengan tataran prksisnya yaitu tindakan manusia itu sendiri. Dalam konteksnya yang seperti itu, studi etika atau fisafat moral ini, dikatagorikan kedalam rumusan-rumusansebagai berikut:

Cecep sumarna membagi kajian filsafat etika kedalam:

a. Etika normatif, etika yang mengkaji tentang baik buruknya tingkah laku.

b. Etika praktis, kajian etika biasanya menyangkut soal tindakan yang harus dilakukan oleh manusia. [19]

Louis O. Kattsoff bahkan telah megkatagorikan kajian filsafat etika ini menjadi tiga macam. [20]

a. Etika deskriptif, yaitu melukiskan predikat-predikat dan tanggapan tanggapan kesusilaan yang telah diterima dan dipergunakan

b. Etika Normatif, yaitu yang bersangkutan degan penyaringan ukuran-ukuran kesusilaan yang khas.

c. Etika praktis, yaitu menyangkut hal yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat berdasarkan pilihan terbaik dalam melakukan suatu tindakan. Macam ini lebih mirip dengan apa yang disebut dengan etika terapan.

4. Aliran-Aliran Etika

Ada beberapa teori etika, Endang saefuddin Anshari misalnya menyebutkan ada enam aliran penting dalam persoalan etika yaitu:

1. Aliran etika Naturalisme, ialah aliran aliran yang beranggapan bahwa kebahagiaan manusia itu didapatkan dengan menurutkan panggilan natura (fitrah) kejadian manusia sendiri.

2. Aliran etika hedonism, ialah aliran yang berpendapat bahwa perbuatan susila itu adalah perbuatan yang menimbulkan hedone (kenikmatan dan kelezatan)

3. Aliran etka utilitarianisme ialah aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan manusia itu ditinjau dari besar kecil dan besarnya manfa’at bagi manusia.

4. Aliran etika idealism, yaitu aliran yang berpendirian bahwa perbuatan manusia janganlah terikat pada sebab musabab lahir, tetapi haruslah berdasarkan pada prinsif kerohanian (idea) yang lebih tinggi.

5. Aliran etika vitalisme, yaitu aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan manusia itu ada tidak adanya daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu.

6. Aliran etika theologies, yaitu aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia itu dinilai dengan sesuai dan tidaknyasesuainya dengan perinah Tuhan(Theos=tuhan).[21]Nilai dalam hal ini ditentukan oleh Tuhan (Islam).

Tidak begitu berbeda dengan Endang, Ahmad Tafsir mengelompokkan aliran teori nilai itu ada empat, yaitu;

1. Hedonisme

2. Vitalisme, manusia yang baik adalah manusia yang kuat, ulet cerdas. manusia yang memiliki daya hidup yang besar itulah manusia yang baik.

3. Utilitarianisme, utiliarisme dibagi dua: utilitarianisme pribadi dan social.

4. Prgmatisme, suatu aliran yang segolongan darah dengan utilirianesme, prinsip yang diajrkan oleh aliran ini adalah yang baik adalah yang berguna secara praktis dalam kehidupan.[22]

5. Etika dan moral

Seperti banyak disinggung sebelumnya, ada penyepadanan antara etika dengan moral, norma-norma dan juga etikat. Penyepadanan ini seringkali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Pada kenyataannya pada masing-masing istilah khususnya moral dan etika terdapat perbedaan yang justru cukup signifikan. Dalam buku Etika Islam Telaah Pemikiran Filsafat Moral Raghib Al-Isfahani, K.Bertens seperti dikutip oleh Amril M. menuliskan bahwa moral itu adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Seperti K.Bertans, Loren Bagus juga menuliskan bahwa moral diantaranya menyangkut persoalan kegiatan-kegiatan manusia yang dipandang sebagai baik-dan buruk, benar salah, tepat tidak tepat, atau menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam hubungan dengan orang lain.[23]

Sama seperti pengertian di atas. Frans Magis Suseno, seperti di ulas oleh Cecep Sumarna menjelaskan bahwa moral dengan etika itu berbeda. Moral lebih cenderung parsial dan biasanya dianut dan diikuti oleh setiap komunitas masyarakat yang juga parsial.[24] Lebih luas lagi dijelaskan bahwa moral selalu mengacu pada benar salahnya manusia dalam melakukan tindakanperilakunya sebagai manusia. Moral adalah bidang kehidupan diloihat dari segi kebaikan dan keburukannya sebagai manusia.[25]

Sedangkan etika memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan moral. Etika atau filsafat moral selain seorang dituntut dapat berprilaku sesuai dengan norma-norma atau nilai-nilai tertentu, melainkan juga dituntut mampu mengetahui dan memahami system, alas an-alasan dan dasar-dasar moral serta konsep-konsep secara rasional guna mencapai kehidupan yang lebih baik.[26]

Etika bedanya dari moral adalah merupakan konsepsi metaetika(pemikiran kritis yang mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan mengenai moral), ia adalah ilmu bukan suatu ajaran, etika tidak mengajarkan bagaimana bagaimana manusia hidup melainkan memberikan pengertian-pengertian mengapa manusia harus mengakui suatu moral tertentu. Oleh karena itu disini letak fungsinya etika yaitu untuk mensistematisasi moralitas atau dapat juga disebut metode untuk memahami ajaran moral. Oleh karena itu yang dihasilkan etika bukan kebaikan secara langsung melainkan suatu pengertian yang mendasar dan kritis.

C. Penutup

Dalam studi filsafat ilmu, teori nilai adalah bagian dari cabang filsafat yaitu aksiologi. Aksiologi ini membicarakan guna dari pengetahuan (teori epistimologi). Kegunaan pengetahuan hanya mungkin ada dua macam yaitu mengandung segi-segi etika dan segi-segi estetika. Dua yang terakhir inilah merupakan cabang dari aksiologi.

Teori nilai dalam kerangka besar filsafat mempunyai kedudukan yang sangat penting. Sisi pentingnya adalah karena teori ini memberi nilai pada filsafat, member nilai pada temuan pikiran manusia. Karena sifat dasar dari etika (moral) merupakan pemikiran kefilsafatan, maka keberagaman konsepsi etika dalam studi filsafat tidak bisa dihindarkan darikeberagaman dan kemajemukan pandangan. Karena memang seperti itulah hakekat dari pemikiran filsafat.

D. Daftar Pustaka

1. Amin Ahmad, Etika (Ilmu Akhlaq), (Jakarta: bulan-Bintang 1975) cet. 8.

2. Anshari Endang Saefuddin,, Ilmu, Filsafat dan Agama Pendahuluan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, (Surabaya : PT. Bina Ilmu 1990), Cet. Kedelapan,

3. Bertens, K. Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius 1999) cet. Ke-22.

4. Kattsoff O Louis Pengantar Filsafat Aliih Bahasa Oleh Soejono Soemargono, (Jogjakarta: Tiara Wacana Yogya 2003), Cet. Ke-8, H.344

5. M. Amril Etika Islam Telaah Pemikiran Filsafat Moral Raghib Al-Isfahani, (Jogjakarta:Pustaka Pelajar 2002) Cet. Ke 2.

6. Suseno Magnis Frans, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, (Jogjakarta-Knisius 1993),

7. Sumarna Cecep , Melacak Jejak Filsafat, (Bandung: Sangga Buana 2006), Cet. Ke-1,

8. Sumarna Cecep, Filsafat Ilmu Dari Hakikat Menuju Nilai, (Bandung:Pustaka Bani Quraisy 2004), Cet. 1,

9. Sumarna Cecep, Rekonstruksi Ilmu dari Empiri Rasional Ateistik ke Empirik Rasional Teistik, (Bandung:Benang Merah Press 2005) Cet-pertama

10. Tafsir Ahmad, Filsafat umum Akal dan Hati sejak Talles sampai James, (Bandung:Rosda Karya 1999) cetakan ke-9.

11. Tafsir Ahmad, Filsafat Ilmu (Bandung :Program Pasca Sarjana: IAIN Sunan Gunung Djati 1999)

12. Wiramihardja A. Sutardjo, Pengantar Filsafat Sistematika Sejarah Filsafat Logika dan Filsafat Ilmu Metafisika dan filsafat Manusia dan Aksiologi, (Bandung:PT.Refika Aditama 2007) Cet. Ke-2, h.157



[1]. Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu Dari Hakikat Menuju Nilai, (Bandung:Pustaka Bani Quraisy 2004), Cet. 1, H. 28

[2]. Ibid. H. 21-23

[3]. Endang Saefuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama Pendahuluan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, (Surabaya : PT. Bina Ilmu 1990), Cet. Kedelapan, H. 93

[4] . Ibid.

[5] . Ahmad Tafsir, Filsafat umum Akal dan Hati sejak Talles sampai James, (Bandung:Rosda Karya 1999) cetakan ke-9, h. 18. Lihat pula Ahmad Tfsir Filsafat Ilmu (Bandung :Program Pasca Sarjana: IAIN Sunan Gunung Djati 1999) h. 16

[6]. Cecep Sumarna, Melacak Jejak Filsafat, (Bandung: Sangga Buana 2006), Cet. Ke-1, h. 31

[7]. Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu Dari Hakikat Menuju Nilai, (Bandung:Pustaka Bani Quraisy 2004), Cet. 1, H. 31

[8]. Sutriono, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian (Jogjakarta: Andi Ofset 2007), Cet. Ke-1, H.60

[9]. Cecep Sumarna, Rekonstruksi Ilmu dari Empiri Rasional Ateistik ke Empirik Rasional Teistik, (Bandung:Benang Merah Press 2005) Cet-pertama, H.94

[10]. Cecep Sumarna, Op.Cit, H. 37

[11]. Fransz Magnis Suseno, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, (Jogjakarta-Knisius 1993), h.18. lihat pula Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlaq), (Jakarta: bulan-Bintang 1975) cet. 8. Dalam uraian etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dilakukan oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus dilakukan.

[12]. Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat Aliih Bahasa Oleh Soejono Soemargono, (Jogjakarta: Tiara Wacana Yogya 2003), Cet. Ke-8, H.344

[13]. K. Bertens Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius 1999) cet. Ke-22. H.192

[14]. Ibid, h. 333-334

[15]. Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat Sistematika Sejarah Filsafat Logika dan Filsafat Ilmu Metafisika dan filsafat Manusia dan Aksiologi, (Bandung:PT.Refika Aditama 2007) Cet. Ke-2, h.157

[16]. Ibid, h.158. Lihat pula Amril M. Etika Islam Telaah Pemikiran Filsafat Moral Raghib Al-Isfahani, (Jogjakarta:Pustaka Pelajar 2002) Cet. Ke 2. Mengulas etika sebagai filsafat moral adalah, cakupan makna pada etika sebagai bentuk kajian kritis dan filosofis dan juga mendasar tentang ajaran-ajaran moral. Khusus dengan cirri filosofis ini, memagari pula, bahwa etika yang dimaksud adalah bukan kajian etika dalam bentuk deskriptif, tetapi kajian etika dalam bentuk pendekatan normative dan analitik (metaetik). Pendekatan normative yang dimaksud adalah mencermati bentuk-bentuk system yang konsisten dari norma-norma yang ditunjukkan validitasnya bagi semua manusia secara rasional. Sedngkan pendekatan analitik (meta etik) meliputi dua aspek; penelaahan tentang konsep-konsep yang dipakai dan penelaahan tentang logika dari alas an-alasan moral.

[17]. Ibid, h.160

[18]. Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlaq), (Jakarta: bulan-Bintang 1975) cet. 8.h. 5-6,Lihat L.Kattsoff, bahwa persoalan etika adalah: prinsip-prinsip apakah yang dapat dipakai sebagai dasar untuk membuat tanggapan mengenai kesusilaan, dan perbuatan-perbuatan apakah yang dikatakan betul artinya yang dapat dibenarkan dari segi kesusilaan. Louis O. Kattsoff, Op.Cit, h.346.

[19]. Cecep Sumarna,Melacak Jejak Filsafat, Op.Cit, h. 37

[20]. Louis O. Kattsoff, Op.Cit, h.345

[21]. Endang Saefuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama Pendahuluan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, (Surabaya : PT. Bina Ilmu 1990), Cet. Kedelapan, H. 96-97.

[22]. Ahmad Tafsir, Filsafat umum Akal dan Hati sejak Talles sampai James, (Bandung:Rosda Karya 1999) cetakan ke-9, h. 18. Lihat pula Ahmad Tfsir Filsafat Ilmu (Bandung :Program Pasca Sarjana: IAIN Sunan Gunung Djati 1999) h. 16

[23]. Amril M. Op.Cit, h. 17

[24]. Cecep Sumarna, Op.Cit. h.95

[25]. Ibid

[26]. Amril M. Op.Cit, h. 19


Tidak ada komentar:

Posting Komentar